Asal Mula
Menurut tradisi lisan dari Suku Kutai, Proses perpindahan penduduk dari daratan asia yang kini disebut provinsi Yunan – Cina selatan berlangsung antara tahun 3000-1500 Sebelum Masehi. Mereka terdiri dari kelompok yang mengembara hingga sampai di pulau Kalimantan dengan rute perjalanan melewati Hainan, Taiwan, Filipina kemudian menyeberangi Laut Cina Selatan menuju Kalimantan Timur. Pada saat itu perpindahan penduduk dari pulau satu ke pulau lain tidaklah begitu sulit kerena pada zaman es permukaan laut sangat turun akibat pembekuan es di kutub Utara dan Selatan sehingga dengan hanya menggunakan perahu kecil bercadik yang diberi sayap dari batang bambu mereka dengan mudah menyeberangi selat karimata dan laut cina selatan menuju Kalimantan Timur.
Para imigran dari daratan Cina ini masuk ke Kalimantan Timur dalam waktu yang berbeda, kelompok pertama datang sekitar tahun 3000-1500 Sebelum Masehi termasuk dalam kelompok ras Negrid dan weddid kelompok ini diperkirakan meninggalkan Kalimantan dan sebagiannya punah. Kemudian sekitar tahun 500 sebelum masehi berlangsung lagi arus perpindahan penduduk yang lebih besar dan kelompok inilah yang diperkirakan menjadi cikal bakal penduduk Kutai. Setelah adanya arus perpindahan penduduk dari Yunan terjadilah percampuran penduduk kerena perkawinan.
Penduduk Kutai pada masa itu terbagi menjadi lima puak (lima suku):
- Puak Pantun
- Puak Punang
- Puak Sendawar
- Puak Pahu
- Puak Melanti
- Puak Pantun (Kutai Muara Kaman/Kutai Tua-Eks Hindu))
Puak Pantun adalah suku tertua di Kalimantan Timur, dan merupakan suku atau Puak yang paling Tua di antara 5 Suku atau Puak Kutai lainya, mereka adalah suku yang mendirikan kerajaan tertua di Nusantara yaitu kerajaan Kutai Martadipura di Muara Kaman pada abad 4 Masehi. Suku ini mendiami daerah Muara Kaman Kab. Kutai Kartanegara dan sampai Daerah Wahau dan Daerah Muara Ancalong, serta Daerah Muara Bengkal, Daerah Kombeng di dalam wilayah Kab.Kutai Timur sekarang, suku Kutai pantun dapat dikatakan sebagai turunan para bangsawan dan Pembesar di Kerajaan Kutai Martapura (Kutai Mulawarman). Raja pertamanya dikenal dengan nama Kudungga, dan kerajaan ini jaya pada masa dinasti ketiganya yaitu pada masa Raja Mulawarwan.
Di bawah pimpinan Maharaja Mulawarman, kehidupan sosial dan kemasyarakatan diyakini berkembang dengan baik. Pemerintahan berpusat di Keraton yang berada di Martapura wilayah kekuasaannya terbentang dari Dataran Tinggi Tunjung (Kerajaan Pinang Sendawar), Kerajaan Sri Bangun di Kota Bangun, Kerajaan Pantun di Wahau, Kerajaan Tebalai, hingga ke pesisir Kalimantan Timur, seperti Sungai China, Hulu Dusun dan wilayah lainnya. Dengan penaklukan terhadap kerajaan-kerajan kecil tersebut, kondisi negara dapat stabil sehingga suasana tenteram dapat berjalan selama masa pemerintahannya. Suku ini mendiami daerah Muara Kaman Kab. Kutai Kartanegara dan sampai Daerah Wahau dan Daerah Muara Ancalong, serta Daerah Muara Bengkal, Daerah Kombeng di dalam wilayah Kab.Kutai Timur sekarang.
Puak Punang (Puak Kedang) adalah suku yang mendiami wilayah pedalaman. Diperkirakan suku ini adalah hasil percampuran antara puak pantun dan puak sendawar (tunjung-benuaq). Oleh karena itu, logat bahasa Suku Kutai Kedang mengalunkan Nada yang bergelombang. Misalya bahasa Indonesia “Tidak”, Bahasa Kutai “Endik”, Bahasa Kutai Kedang “Inde”…. tegas alas gelombang. Suku ini mendirikan kerajaan Sri Bangun di Kota Bangun (atau dikenal dengan nama Negeri Paha pada masa pemerintahan Kutai Matadipura). Puak punang ini tersebar diwilayah Kota Bangun, Muara Muntai, danau semayang, Sungai Belayan dan sekitarnya. Kelompok ini menggunakan Bahasa Kutai Kota Bangun.
Dalam pemerintahan Kerajaan Kutai Martapura dari tahun, 350-1605, yang beribu kota di Muara Kaman, kawasan Kota Bangun diketahui bahwa wilayahnya bernama NEGERI PAHA meliputi daerah: KEHAM, KEDANG DALAM, KEDANG IPIL, LEBAK MANTAN, LEBAK CILONG.
Negeri ini setingkat Provinsi dipimpin seorang Mangkubumi (Adipati Wilayah), suku ini disebut Suku Kutai Kedang (Orang Adat Lawas) adapun pimpinannya berigelar Sri Raja (Raja Kecil) dan Sri Raja terakhir bernama Sri Raja TALIKAT merupakan kerabat Raja di Muara Kaman, dan memerintah di ibu kota Keham sampai sekarang masyarakat Adat Lawas masih mendiami daerah tersebut diatas.
Puak Tulur adalah suku yang mendiami wilayah Sendawar (Kutai Barat), suku ini mendirikan Kerajaan Sendawar di Kutai Barat dengan Rajanya yang terkenal dengan nama Aji Tulur Jejangkat. Puncan Karna anak bungsu Aji Tulur Jejangkat menikah dengan Aji Ratu anak Maharaja Sultan. Suku ini mendiami daerah pedalaman. Mereka berpencar meninggalkan tanah aslinya dan membentuk kelompok suku masing-masing yang sekarang dikenal sebagai suku Dayak Tunjung dan Benuaq (Ohong dan Bentian).
- Suku Tunjung mendiami daerah kecamatan Melak, Barong Tongkok dan Muara Pahu
- Suku Benuaq mendiami daerah kecamatan Jempang, Muara Lawa, Damai dan Muara Pahu
- Suku Bentian mendiami daerah kecamatan Bentian Besar dan Muara Lawa
- Suku Dayak Bahau merupakan suku Dayak pendatang di Kutai, selain itu terdapat pula suku-suku Dayak pendatang lain di Tanah Kutai yaitu suku Dayak Kenyah, Punan, Basap, dan Kayan.
- Suku Kenyah dan Suku Kayan merupakan pendatang dari Apo Kayan, Kab. Bulungan. Kini suku ini mendiami wilayah kecamatan Muara Ancalong, Muara Wahau, Tabang, Long Bagun, Long Pahangai, Long Iram dan Samarinda Ilir.
- Suku Punan merupakan suku Dayak yang mendiami hutan belantara di seluruh Kalimantan Timur mulai dari daerah Bulungan, Berau hingga Kutai. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil di gua-gua batu dan pohon-pohon. Mereka dibina oleh Departemen Sosial melalui Proyek Pemasyarakatan Suku Terasing.
- Suku Basap menurut cerita merupakan keturunan orang-orang Cina yang kawin dengan suku Punan. Mereka mendiami wilayah kecamatan Sangkulirang.
- Suku Kutai Puak Pahu, para lelakinya masih memakai cawat
- Suku Bakumpai berasal dari sungai Barito, Kalimantan Tengah, secara rumpun bahasa, suku ini merupakan sub etnis Dayak Ngaju (Biaju) yang beragama Islam, sedangkan secara rumpun budaya, suku ini tergolong berbudaya Banjar, sehingga sering juga disebut Dayak Banjar atau Banjar Bakumpai. Posisi suku Bakumpai ini secara bahasa dan budaya berada di tengah-tengah menjembatani antara budaya Dayak Ngaju dan budaya Banjar (posisinya mirip suku Kutai puak Pahu). Mereka mendiami daerah kecamatan Long Iram.
Puak Pahu (Dayak Kutai/Kutai Haloq-Eks Kaharingan) adalah suku yang mendiami wilayah Sungai Kedang Pahu. Suku ini tersebar di Kecamatan Muara Pahu dan sekitarnya. Puak ini merupakan keturunan Dayak Benuaq– “behaloq”—menjadi “haloq” meninggalkan “Adat Lawas — Kaharingan” menjadi “Pahuuq” (Bahasa Dayak Benuaq –> Muslim (menganut Agama Islam).
Puak Melanti (Melayu Kutai/Kutai Tenggarong) adalah masyarakat yang mendiami wilayah pesisir. Mereka merupakan puak termuda di antara puak-puak Kutai, di dalam masyarakat ini telah terjadi percampuran antara suku kutai asli yaitu Dayak, dengan suku pendatang yakni; Banjar, Jawa dan Melayu. Sehingga Puak ini memang sudah berkembang menjadi kesatuan etnis. Puak ini berkembang pada masa kerajaan Kutai Kartanegara, yaitu kerajaan melayu yang berdiri di Tanah Kutai. Raja pertamanya bernama Aji Batara Agung Dewa Sakti. Puak ini umumnya mendiami wilayah pesisir seperti Kutai Lama dan Tenggarong. Kelompok ini menggunakan Bahasa Kutai Tenggarong.
Dalam perkembangannya puak pantun, punang, pahu dan melanti kemudian berkembang menjadi suku kutai yang memiliki bahasa yang mirip namun berbeda dialek. Sedangkan sebagian puak sendawar (puak tulur jejangkat) yang tidak berasimilasi dengan pendatang akhirnya hidup di pedalaman, oleh Peneliti Belanda disebut dengan istilah Orang Dayak.
Kerajaan Tanah Kutai
Di Tanah Kutai diketahui berdiri 3 Kerajaan Besar, yaitu:
- Kerajaan Martadipura ( Corak Hindu-Kaharingan-Melayu Tua (penduduk borneo saat itu dayak, subsuku melayu muda nanti dibentuk masyarakat dayak)
- Kerajaan Sri Bangun ( Corak Budha-Melayu Sriwijaya dan Melayu Tua)
- Kerajaan Kartanegara ( Corak Islam – Asimilasi melayu dan dayak ( Pengaruh penaklukan )