Perang Paderi merupakan titik balik penamaan bagi sebagian besar orang Minang. Sejak saat itu, dimensi kultural masyarakat Minang tak lagi bersendikan adat, melainkan bersendikan syariat: adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah. Dengan demikian, nama orang Minang sejak saat itu semakin identik dengan nama Islam atau nama Arab. Tradisi penamaan lama yang lebih berkonotasi alam (alam takambang jadi guru) semakin ditinggalkan, kecuali pemberian nama gelar tradisi. Namun, seiring dengan dinamika sosial masyarakat Minang, nama Arab pun semakin lama tergerus dengan adaptasi nama-nama global yang dilakukan generasi baru orangtua dalam masyarakat Minang.
Pada tahun 2019, kami melakukan riset tentang penamaan dalam masyarakat suku Minang. Riset yang didukung oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ini menghasilkan rekomendasi kebijakan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk mengembangkan konservasi nama Minang melalui pendidikan. Rekomendasi kebijakan ini dituangkan dalam bentuk policy paper sebagai berikut: