Penetrasi kolonial di wilayah Sulawesi Utara semenjak abad ke-18 telah membentuk identitas suku Minahasa. Pada mulanya, masyarakat di wilayah itu merupakan komunitas yang berbeda-beda yang dipersatukan oleh intervensi kolonial untuk memudahkan administrasi kolonial di wilayah ini. Intervensi kolonial melalui sistem pendidikan dan kristenisasi pada akhirnya membentuk identitas Minahasa, termasuk sistem penamaan yang mengadaptasi nama marga, sementara nama diri diadaptasi dari khazanah linguistik penamaan Eropa.
Saat ini, salah satu problem terbesar dalam masyarakat Minahasa ialah penurunan secara dramatis penggunaan bahasa-bahasa lokal yang membentuk identitas Minahasa. Seiring dengan dinamika sosial, bahasa asli komunitas-komunitas yang membentuk Minahasa ini semakin banyak dilupakan oleh generasi muda. Hal ini tentu merupakan tantangan besar bagi upaya pelestarian bahasa setempat. Akan tetapi, khazanah bahasa asli komunitas-komunitas yang membentuk Minahasa sesungguhnya masih tersematkan melalui nama marga mereka. Nama-nama marga yang klasik sesungguhnya diadaptasi dari bahasa lokal masing-masing. Hal ini bisa menjadi medium pendidikan bahasa setempat secara filologis. Sedangkan dalam kerangka yang lebih besar, riset yang didukung oleh Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) ini mendorong pengembangan kebijakan pendidikan bahasa daerah.