Loading...
Analisis

Antropologi Penamaan Masyarakat Maluku

Kawasan Timur Indoensia menyediakan contoh budaya yang mungkin lebih dapat dipahami sebagai bagian dari sebuah peninggalan karakter India yang lebih baru. Maluku banyak melambangkan masyarakat bahari yang dipengaruhi oleh dualisme. Mitos asal-usul mengungkap dualisme lautan-daratan, bumi-langit, dan dunia atas-dunia bawah yang dijumpai di sepanjang wilayah yang dihuni oleh orang-orang penutur bahasa Austronesia. Keteguhan dualisme inilah yang menyediakan dorongan sejarah Maluku pada zaman modern awal. (Andaya, 2015)

Suku di Maluku tergolong dalam rumpun Austronesia yang kemudian terbagi kedalam dua golongan, yaitu Proto Melayu yang disebut Alune dan Deutro Melayu yang disebut sebagai Wemale, yang membedakan dari kedua jenis suku tersebut adalah bahasanya. Istilah lainnya adalah Suku Alune yang lebih identik dengan Patalima yang lebih banyak berada di wilayah pesisir dengan mayoritas masyarakat beragama Islam, serta Suku Wemale yang identik dengan Patasiwa yang lebih banyak berada di pegunungan dengan mayoritas masyarakat beragama Kristen. Artinya, di Suku Wemale pun terdapat masyarakat beragama Islam, seperti masyarakat dengan Marga Tubaka. Istilah lain dari Alune disebut sebagai Negeri Aman yang menggambarkan laki-laki, sedangkan Wemale disebut sebagai Negeri Hena yang menggambarkan perempuan.

 

Penamaan di Maluku itu juga tergantung dari sukunya. Suku Alune menggunakan sistem patrilineal, sedangkan suku Wemale sebagian ada yang matrilineal. Seram Bagian Barat Utara yang tergolong suku wemale dengan menggunakan sistem keluarga matrilineal. Namun belum bisa dipastikan, apakah sistem matrilineal ini masih ada dan terus berkembang di daerah tersebut. Setiap marga memiliki makna dan fungsinya sendiri, misalnya marga Tubaka yang merupakan imam, dan memiliki makna memilah, memilih, dan menempatkan orang pada posisinya. Dalam negeri ini, tubaka selalu menjadi imam, dan tidak boleh marga lain menggantikannya. Marga Tubaka ini pasti Islam, artinya nama-nama yang banyak berkembang dengan marga tersebut menggunakan nama-nama orang Islam (ada kemungkinan marga yang berasal dari luar itu tidak berfungsi).

 

Marga yang ada di Maluku Tengah ini tidak memiliki kelas strata sosial, artinya tidak ada marga yang di atas maupun di bawah, karena setiap marga memiliki perannya sendiri di negeri. Berbeda dengan Maluku Tenggara yang memiliki strata sosial, mulai dari tingkat bangsawan, menengah, dan bawah. Nama orang-orang bagi masyarakat Maluku paling tidak memiliki dua kategori, yaitu nama marga dan nama pribadi. Artinya nama-nama tersebut paling tidak memiliki dua kata atau lebih, dan bagian belakang nama pasti berupa marga. Nama marga ada yang berasal dari lokal, dan ada pula yang berasal dari luar karena datangnya para negara penjajah yang memberikan nama marga kepada keturunannya yang tinggal di Maluku. Pemberian nama marga ini bermotif untuk mempertahankan keturunan, mewariskan harta dan hak milik atas tanah keluarganya.

 

Setiap orang bersuku dari Maluku ini pasti memiliki nama marga, karena hal tersebut akan mencerminkan negeri (desa) tempat nenek moyang dari orang tersebut berasal. Secara patron klien, masyarakat maluku akan menurun nama marganya dari garis keturunan laki-laki. Jadi, tidak dimungkinkan akan munculnya nama marga-marga baru, karena setiap marga pasti memiliki daerah yang sudah sejak lama didiami oleh nenek moyang tersebut. Berikut beberapa contoh marga-marga yang ada di Maluku dengan identik agama yang bersangkutan:

Tabel 1. Nama Marga Berdasarkan AgamaNama-nama seseorang yang tercermin dalam nama marga sebagaimana ditunjukkan di atas memperlihatkan bahwa setiap identitas nama lokal seseorang relevan dengan identitas keagamaan seseorang. Setiap orang dapat diidentifikasi agamanya dari asal identitas nama seseorang tersebut. Beberapa ada yang memang suatu nama marga cenderung ke arah salah satu agama tertentu, seperti nama marga Talake yang pasti beragama Islam, dan nama marga Taar yang pasti beragama Kristen. Namun ada pula beberapa suatu nama marga yang dapat diidentifikasikan beberapa agama, yaitu seperti nama marga Nurlette dan Wakano yang dapat beragama Islam maupun Kristen.

 

Marga di Maluku (seperti di Ambon), misalnya di Negeri (desa) Soya terdapat golongan-golongan sosial yang berbeda. Golongan ini bukan membedakan kelas, tapi hanya membedakan jenis profesi yang dijalankan oleh maasyarakat. Sementara di desa lain, cukup susah untuk mengendalikannya, karena adanya peraturan desa yang memperbolehkan setiap warga negara (setiap marga) untuk menjadi kepala desa. Dalam tradisi masyarakat Soya, setiap marga terbagi ke dalam profesi masing-masing sesuai dengan adat yang telah berlangsung sejak masyarakat Ambon terbentuk. Terdapat 5 marga dan 5 jenis bidang profesi yang ada di daerah Soya yang masih bertahan hingga saat ini, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2. Nama Marga sesuai Bidang Profesi

Nama-nama orang masyarakat Maluku yang melekat dengan nama marga sebagaimana dilihat di atas menunjukkan fungsi dan perannya dalam suatu negeri. Nama tersebut menentukan posisi seseorang dalam suatu civil society, serta menunjjukan identitas asal daerah seseorang tersebut berasal. Nama marga menjadi sesuai yang sakral dan sangat kuat dalam tradisi masyarakat lokal. Kemungkinan munculnya marga-marga baru di Maluku ini bisa saja terjadi, seperti orang-orang Buton yang tidak mengenal marga, sehingga nama-nama yang dipakai sebagai nama marga adalah nama orang tuanya. Terlebih lagi adanya urbanisasi, tidak menutup kemungkinan terhadap masyarakat yang tinggal di Ambon memiliki nama marga baru yang berasal dari marga pendatang.

 

Kemunculan marga itu hampir tidak mungkin terjadi, karena marga tersebut adalah identitas pribadi tentang mati hidupnya seseorang tersebut. Akan tetapi sebaliknya, kehilangan marga itu bisa saja terjadi jika keturunannya semakin berkurang. Sementara itu nama pribadi dalam perkembangannya juga sudah semakin menghilang, terkait perkembangan nama-nama pribadi sejak abad 13 hingga saat ini di Negeri Soya dari Maga Rehatta dapat dilihat pada gambar 1.1 di bawah.

Nama-nama yang sejak abad 13-14 itu saat ini sudah tidak ada lagi, kecuali satu nama, yaitu adik saya yang bernama Sabila Marahulesi. Penamaan tersebut diberikan oleh Ayah dari Raja Soya yang mendapatkan perintah yang masuk ke dalam dirinya (ilham) memaksanya untuk memberikan nama yang masih khas Maluku tersebut. Penamaan ini disebut sebagai nama perjanjian. Hal yang menarik dari penamaan tersebut yaitu sampai saat ini adalah orang yang bernama Sabila Marahulesi tersebut tidak pernah mengalami sakit. Pemberian nama ini kemudian saat ini juga diikuti oleh warga masyarakat di sekitar, karena ketertarikan yang dianggap nama tersebut menjadi nama yang baik dan merupakan keturunan raja yang dihormati dan disegani di masyarakat setempat.

2 comments
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *